Kamis, 14 Mei 2009

Pilih Jabbariyah, Mu'tazilah atau Asy'ariyah?

Berkenaan dengan "Takdir" Jabbariyah berkeyakinan bahwa takdir manusia sudah ditentukan Tuhan. Manusia tidak mempunyai daya untuk merubah nasibnya. Seseorang melakukan kejahatan bukan karena dirinya melainkan sudah keinginan Tuhan. Keyakinan seperti ini berimplikasi pada peniadaan pahala dan dosa, karenanya surga dan neraka tentu juga jadi tak berguna. Sebaliknya Qadariyah memahami bahwa "Takdir" adalah hasil upaya manusia sendiri. Pemahaman yang sama juga dianut oleh Mu'tazilah. Karena Tuhan itu adil maka tak mungkin Dia menjadikan manusia jahat lalu kemudian menghukumnya. Kejahatan manusia adalah upaya manusia sendiri hingga ia pantas untuk dihukum. Asy'ariyah menolak pemahaman Mu'tazilah dengan menawarkan jalan tengah. Menurut aliran ini "Takdir" manusia sudah ditentukan Tuhan namun aliran ini mempunyai teori kasab, di mana manusia bisa melakukan ikhtiar untuk merubah nasibnya. Sehingga seorang Asy'ariyah akan menjadi Mu'tazilah disaat dia berupaya melakukan sesuatu dan mengambil posisi Jabbariyah ketika mendapatkan hasil usahanya.


Jabbariyah dituduh sebagai "biang kerok" kemunduran Islam. Karena dengan memakai pemahaman Jabbariyah seseorang tidak akan mau berusaha karena apa pun usahanya semuanya sudah ditentukan oleh Tuhan sehingga usahanya hanya sia-sia belaka. Bagi sementara orang, Mu'tazilah cukup berjasa bagi kemajuan umat Islam, karena dengan pemahaman itu lah manusia akan berusaha melakukan yang terbaik demi kepentingannya di dunia maupun akhirat. Pujian serupa juga sempat keluar dari seorang imam Asy'ari pendiri aliran Asy'ariyah dengan mengatakan bahwa Mu'tazilah telah berjasa pada agama Islam karena telah menyelamatkan pemikiran Islam dari rongrongan filsafat Yunani. Akan tetapi di lain tempat Asy'ari menolak faham Mu'tazilah. Dengan melemparkan sebuah batu beliau mengatakan bahwa saya sudah membuang faham Mu'tazilah dari diri saya sebagaimana saya membuang batu ini. dari sini terlihat bahwa Asy'ari mengalami kebingungan antara pilihan untuk mengadopsi Jabbariyah atau Mu'tazilah. Kebingungan ini juga nampak dari teori "jalan tengah"nya yang sulit dicerna akal.

Secara psikologis sebenarnya pilihan untuk memakai faham Jabbariyah lebih selamat. Di saat seseorang mengalami kegagalan dia tidak akan menyesali dirinya melainkan bisa menerimanya karena sudah ketentuan dari Tuhan. Sementara seorang Mu'tazilah akan mengalami depresi karena menyalahkan dirinya ketika dia mengalami kegagalan. Mengenai kecenderungan untuk maju atau mundur, tak diragukan lagi bahwa Mu'tazilah lebih cenderung untuk maju, walaupun berisiko jantungan atau stroke bila gagal, karena "golongan karya" ini lebih senang memakai otaknya dan tidak akan menunggu takdir untuk mencapai sesuatu. Lalu apakah Jabbariyah cenderung mundur karena dia hidup berangkat dari pemahaman bahwa semuanya sudah ditentukan Tuhan?. Hal ini masih perlu dipertanyakan, karena beranggapan bahwa takdir sudah ditentukan Tuhan tidak menunjukkan bahwa si empunya faham tidak akan berusaha. Atau dengan kata lain kita tidak bisa menuduh seseorang tidak akan melakukan usaha apa-apa kalau dia berkayakinan bahwa takdir di tangan Tuhan. Tidak mungkin kah seorang Jabbariyah melakukan suatu usaha karena sebuah perintah Tuhan untuk berusaha?, tanpa harus mengharapkan hasil dari usahanya, karena hasilnya memang sudah ditentukan oleh Tuhan.

Mungkin kita bisa membuat sebuah perumpamaan seperti berikut ini. Seorang Mu'tazilah belajar untuk mencapai pintar (untuk kepentingan dirinya), dan bila gagal dia akan menyalahkan dirinya. Seorang Asy'ariyah belajar untuk mencapai pintar (untuk kepentingan dirinya), dan bila gagal dia pasrah pada Tuhan. Seorang Jabbariyah belajar karena dia diperintahkan untuk belajar (untuk kepentingan Tuhan), tentunya dia tak peduli bagaimana hasilnya nanti karena hasil sudah ditentukan Tuhan sebelumnya.

Kalau lah benar ketiga golongan itu seperti yang digambarkan di atas, lalu anda pilih pro siapa?. Atau anda sama seperti beberapa teman saya yang pilih "golput" lalu dengan pemikiran yang sederhana memahami ayat Quran apa adanya tanpa harus membuat kesimpulan-kesimpulan. Yang bisa diartikan bahwa anda percaya Takdir di tangan Tuhan, di lain waktu percaya bahwa sebuah kaum tidak akan dirubah Tuhan kalau kaum itu sendiri tidak membuat perubahan.


1 comments:

Chaidir mengatakan...

Belum tentu seorg mu'tazilah akan menyesali dirinya bila dia gagal dlm berusaha sebagaimana seorg jabbariyah menurut penulis blm tentu tdk akan berusaha walau tau udh ditakdirkan, jadi sbg penulis sehrsnya berhati2 dlm berkata2 jika ingin netralitas dlm hal ulasannya..