Pembekalan PPL Tahun 2012

Yaser Amri, MA (kanan) saat memberikan materi pada kegiatan Pembekalan Mahasiswa PPL Tahun 2012.

Gedung Tarbiyah

Gedung Tarbiyah STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa yang mulai digunakan pada Tahun 2011 lalu.

Gedung Dakwah

Gedung Tarbiyah STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa yang mulai digunakan pada Tahun 2013.

Gedung STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa

STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa merupakan perguruan tinggi satu-satunya yang berprediket Negeri di Kota Langsa

International Conference

Pose ketika mengikuti Konferensi Internasional di STAIN ZCK dan AICIS

Tampilkan postingan dengan label aliran kalam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aliran kalam. Tampilkan semua postingan

Jumat, 14 November 2008

Syiah Dan Doktrinnya

Syiah adalah sebuah sekte kedua terbesar dalam Islam setelah Sunni yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya merujuk pada Ahlu al-Bait. Dilihat dari bahasa, Syiah diambil dari kata Arab yang berarti kelompok, partai atau pengikut. Menurut Thabatabai, istilah Syiah pertama kali ditujukan pada pengikut Ali, seperti Abu Dzar Ghiffari, Miqad bin Al-Aswad dan Ammar bin Yasir.

Menurut kalangan Syiah, Ali bin Abi Thalib adalah penerus pemerintahan Nabi yang sah dis ini dinukilkan oleh orang-orang yang tidak terkenal dan secara akal ditolak. Tidak mungkin semua orang Islam lupa dengan hadis ini waktu terjadi pemilihan khalifah Islam di Tsaqifah Banu Sa’adah.

Kelahiran Syiah
Para Ilmuwan berbeda pendapat tentang kemunculan Syiah. Melihat dari penolakan Syiah terhadap kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Usman bin Affan, sangat mungkin kelompok ini sudah ada sejak wafatnya Nabi, walaupun bukan sebagai faksi politik yang terang-terangan menunjukkan eksistensinya, pemahaman dan doktrinnya sudah tersebar di antara Ahlu al-Bait.
Menurut Abu Zahra Syiah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman bin Affan dan berkembang pada pemerintahan Ali. Montgomery Watt berpendapat bahwa Syiah muncul setelah terjadinya arbitrase pada perang Siffin. Pasukan Ali terpecah dua, yang setia disebut Syiah dan yang keluar dari kelompok Ali disebut Khawarij. Sementara P. K. Hitti merujuk pada tanggal 10 Muharram, hari terjadinya tragedy Karbala, sebagai hari lahirnya Syiah.



Doktrin Syiah
Ajaran dasar Syiah tidak jauh berbeda dengan Sunni, beriman pada Allah dan Rasulnya, Malaikat-malaikatnya, Kitabnya, kiamat serta takdir. Mereka juga melakukan Sholat, Zakat, puasa dan Haji. Yang berbeda dari ajaran Sunni adalah pada teori Imamah, Taqiyyah dan Mut’ah. Masalah Imamah adalah hal crusial dalam Syiah. Bagi mereka imam adalah seseorang yang menuntun ummatnya baik dalam masalah politik maupun keagamaan. Imam harus berasala dari keturunan Ali. Imam bagi mereka ma’sum ( terjaga dari dosa) sehingga tidak mungkin salah dan melakukan dosa. Sifat dan kekuasaan imam hamper sama dengan nabi dan imam juga mempunyai pengetahuan tentang rahasia-rahasia Tuhan.
Ajaran lain Syiah adalah Taqiyyah. Menurut sebagian ilmuwan, ajaran Taqiyyah berhubungan dengan masalah Imam al-Muntazar. Semua sekte Syiah berkeyakinan bahwa imam terakhir mereka tersembunyi dan akan muncul kembali di akhir zaman sebagai Imam Mahdi. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa Taqiyyah ditujukan pada ajaran bahwa orang Syiah boleh menyembunyikan keyakinannya ( baca: Kesyiahannya ) kepada orang lain.
Muta’ah adalah perkawinan kontrak atau perkawinan yang memakai jangka waktu tertentu. Apabila waktu yang ditentukan sudah habis maka hubungan pernikahan pun selesai. Bagi pengikut Sunni, mut’ah pernah diperbolehkan Nabi namun kemudian dilarang.

Kelompok-kelompok Syia’ah
Syiah Itsna ‘Asyariyah atau disebut juga Ja’fariyyah. Syiah ini percaya pada 12 imam pemimpin Syiah: Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far Shodiq, Musa al-Kazim, Ali Ridha, Muhammad Al-Jawad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari, (Mahdi Al-Muntadhar). Imam terakhir menghilang dan diyakini akan kembali sebagai Imam Mahdi di akhir zaman. Golongan ini banyak terdapat di Iran.
Syiah Sab’iyyah atau disebut juga Isma’iliyyah. Syiah ini percaya pada 7 imam pemimpin Syiah. Bila Syi’ah Ja’fariyyah percaya bahwa imam ke-7 adalah Musa al-Kazim anak kedua dari Imam Ja’far Shodiq, maka Syiah Isma’iliyyah mempercayai bahwa imam ke-7 adalah Isma’il anak pertama Imam Ja’far Shodiq. Syiah ini sempat menguasai Mesir dengan pemerintahannya yaitu Fatimiyyah.
Syiah Zaidiyyah didirikan oleh imamnya Zaid bin Ali Zainal Abidin. Dalam masalah kekhilafahan atau keimaman, golongan ini rupanya lebih moderat. Mereka bisa menerima Imam Mafdul yakni imam yang dinominasikan, disamping adanya Imam al-Afdal atau imam yang lebih utama. Pikiran seperti ini, tentunya karena pendiri sekte Zaidiyyah, pernah berguru kepada Wasil ibn 'Ata, pendiri Mu'tazilah. Oleh sebab itu, aliran ini tidak menyalahkan atau membenci khalifah-khalifah sebelum 'Ali ibn Abi Talib. Pendirian tentang [kata-kata Arab] yaitu sahnya imam yang dinominasikan disamping adanya seorang imam yang lebih utama, tampaknya mendapat reaksi keras dari Syi'ah Kufah dan menolak pendirian tersebut. Itulah sebabnya mereka disebut golongan Syi'ah Rafidah.

Selasa, 08 Januari 2008

Aliran-aliran pemikiran dalam Islam

Introduction

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kat”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan.

Munculnya perbedaan antara umat Islam

Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.

Pada masa nabi Muhammad berada di Madinah dengan status sebagai kepala agama sekaligus kepala pemerintahan, umat Islam bersatu di bawah satu kekuasaan politik. Setelah beliau wafat maka muncullah perselisihan pertama dalam Islam yaitu masalah kepemimpinan. Abu Bakar kemudian terpilih sebagai pemimpin umat Islam setelah nabi Muhammad diikuti oleh Umar pada periode berikutnya. Pada masa pemerintahan Usman pertikaian sesama umat Islam berikutnya terjadi ya pada pembunuhan Usman bin Affan, khalifah ketiga.

Pembunuhan Usman berakibat perseteruan antara Muawiyah dan Ali, dimana yang pertama menuduh yang kedua sebagai otak pembunuhan Usman. Ali diangkat menjadi khalifah keempat oleh masyarakat Islam di Madinah. Pertikaian keduanya juga memperebutkan posisi kepemimpinan umat Islam setelah Muawiyah menolak diturunkan dari jabatannya sebagai gubernur Syria. Konflik Ali-Muawiyah adalah starting point dari konflik politik besar yang membagi-bagi umat ke dalam kelompok-kelompok aliran pemikiran.

Sikap Ali yang menerima tawaran arbitrase (perundingan) dari Mu’awiyah dalam perang Siffin tidak disetujui oleh sebagian pengikutnya yang pada akhirnya menarik dukungannya dan berbalik memusuhi Ali. Kelompok ini kemudian disebut dengan Khawarij ( orang-orang yang keluar ). Dengan semboyan La Hukma Illa lillah (tidak ada hukum selain hukum Allah) mereka menganggap keputusan tidak bisa diperoleh melalui arbitrase melainkan dari Allah. Mereka mencap orang-orang yang terlibat arbitrase sebagai kafir karena telah melakukan “dosa besar” sehingga layak dibunuh.

Aliran-aliran teologi Islam

Persoalan “dosa besar” ini sangat berpengaruh dalam perkembangan aliran pemikiran karena ini masalah krusial yang menyangkut dengan apakah seseorang bisa menjadi kafir karena berbuat dosa besar dan kemudian halal darahnya. Aliran Khawarij mengatakan bahwa pendosa besar adalah kafir maka wajib dibunuh. Paham Khawarij ini memicu munculnya paham yang berseberangan yang mengatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun dosanya terpulang kepada Allah untuk mengampuninya atau tidak. Paham ini dilontarkan oleh aliran Murji’ah. Sementara aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir tapi juga tidak bisa disebut mukmin. Mereka berada pada posisi antara keduanya yang dikenal dengan istilah al-manzilah baina al-manzilatain.

Dalam hal apakah orang mempunyai kemerdekaan atau tidak dalam berbuat ada dua aliran yang saling bertentangan. Al-Qadariah mengatakan manusia merdeka dalam berkehendak dan berbuat, sebaliknya Jabariah menolak free will dan free act. Menurut Jabariah manusia bertindak dengan kehendak dan paksaan Tuhan. Segala gerak-gerik manusia ditentukan oleh Tuhan. Paham ini disebut sebagai fatalisme. Dalam masalah ini aliran yang sepaham dengan Qadariah adalah aliran Mu’tazilah yang juga mengatakan bahwa manusia bebas berkehendak dan melakukan sesuatu sehingga manusia diminta pertangungjawaban atas perbuatannya. Sementara Abul Hasan al-Asy’ari (935 M) seorang pengikut Mu’tazilah yang keluar dari Mu’tazilah dan mendirikan aliran baru yang disebut dengan Asy’ariah memilih posisi lebih dekat ke Jabariah.Menurutnya seluruh perbuatan manusia adalah atas kehendak Allah hanya saja manusia, menurutnya, bisa berikhtiar. Selain Asy’ariah, Tahwiah dan Maturidiah juga menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah. Asy’ariyah dan Maturidiah yang didirikan oleh Abu Mansur Al-Maturidi disebut juga dengan Ahlussunnah wal Jama’ah.