Selasa, 26 Mei 2009

Pilih aqidah Salafi atau Khalafi?

Siapa yang disebut Salafi dan siapa pula yang tergolong Khalafi?. Secara bahasa, kedua istilah di atas dapat diartikan dengan yang disebut pertama adalah generasi awal Islam sedang yang kedua adalah generasi yang kemudian. Bagaimana dan kapan munculnya kedua istilah tadi kita tidak bicarakan di sini. Tapi secara garis besar menurut pemahaman yang umum Salafi maupun Khalafi termasuk pada "Ahlussunnah" (Sunni), sebuah kelompok besar Islam di dunia saat ini selain Syiah. Tokoh Salafi yang amat dikenal adalah Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah, sementara dari Khalafi adalah Asy'ari dan Maturidi.

Pertentangan keduanya dalam masalah aqidah antara lain adalah:
1. Posisi wahyu, akal dan intuisi sebagai sumber pengetahuan agama.
2. Pemakaian Ta'wil dalam ayat-ayat mutasyabihat
3. Penolakan Tajsim atau Anthropomorfic qualites.
4. Apakah kalamullah baharu atau kekal.
5. Ada atau tidaknya sifat-sifat Tuhan.
6. Tuhan dapat dilihat atau tidak.

Saya tidak akan berpanjang-panjang dengan masalah pertentangan keduanya. Yang menarik dari fenomena adanya dua golongan ini adalah pertanyaan seperti yang tertulis dalam judul di atas, "Pilih Salafi atau Khalafi?". Pertanyaan ini datang dari seorang mahasiswa pada dosennya ketika belajar tentang mazhab-mazhab aqidah pada mata kuliah ilmu kalam. Lebih detailnya pertanyaan mahasiswa tersebut kira-kira seperti berikut ini, "Pak, bagaimana kita menyikapi perbedaan pemikiran yang menyangkut dengan aqidah?. Kalau mereka berbeda dalam furu'(fiqih) mungkin tidak ada masalah. Tapi mereka berbeda dalam masalah yang berkaitan dengan aqidah. Kita harus ikut yang mana?. Kalau salah pilih berarti aqidah kita salah. Sedangkan aqidah itu kan udah masalah pokok, bukan furu' lagi".

Membingungkan memang, bila kita berpatokan bahwa masalah fiqih adalah furu'iyah dan aqidah adalah asasiyah. Pemahaman mahasiswa tadi tentang fiqih tentu keliru karena fiqih ternyata tak sesederhana yang dia bayangkan. Fiqih juga mencakupi masalah tauhid yang disebut dengan istilah "Fiqih Akbar". Sedangkan masalah aqidah tidak semuanya adalah masalah pokok. Yang dipertentangkan antara salafi dan khalafi memang menyangkut masalah aqidah tapi bukan hal yang pokok. Masalah yang pokok adalah pernyataan bahwa Tuhan hanya ada satu (baik salaf maupun khalaf percaya pada satu Tuhan) dan Nabi muhammad adalah utusannya. dalam hal itulah umat Islam tidak boleh berbeda.

Perbedaan mazhab dalam Islam, baik mazhab aqidah, fiqih, politik, tidak mengeluarkan umat Islam dari ranah aqidah, hukum dan politik Islam. Perbedaan dalam menjabarkan nash yang memungkin untuk berbeda arti memang tidak bisa dihindari dan sudah wajar terjadi. Kita memang harus menganggapnya sebagai sebuah rahmat.

Nash-nash tersebut ada yang qat'i dilalah dan ada yang zhanni dilalah. Nash yang zanni memang berpotensi untuk dipertentangkan dan itu sah-sah saja selama tidak ada dalil yang jelas tentang itu. Hal-hal yang dipertentangkan oleh salaf dan khalaf adalah zhanni, walaupun itu menyangkut aqidah. Contoh nash yang termasuk qath'i dilalah adalah "Qul huwallahu ahad". Tidak ada pertentangan dalam nash tersebut karena tidak mempunyai penafsiran lain. Sementara ayat-ayat mutasaybihat semuanya masuk dalam zhanni dilalah karena mempunyai kemungkinan penafsiran yang berbeda-beda, dan berbeda dalam memahami nash yang zhanni dilalah tidak lantas membuat seseorang keluar dari Islam.

0 comments: