Pembekalan PPL Tahun 2012

Yaser Amri, MA (kanan) saat memberikan materi pada kegiatan Pembekalan Mahasiswa PPL Tahun 2012.

Gedung Tarbiyah

Gedung Tarbiyah STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa yang mulai digunakan pada Tahun 2011 lalu.

Gedung Dakwah

Gedung Tarbiyah STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa yang mulai digunakan pada Tahun 2013.

Gedung STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa

STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa merupakan perguruan tinggi satu-satunya yang berprediket Negeri di Kota Langsa

International Conference

Pose ketika mengikuti Konferensi Internasional di STAIN ZCK dan AICIS

Sabtu, 20 Maret 2010

Background berdirinya Jamaah Tabligh

Berdirinya Jamaah Tabligh berawal dari kekecewaan Maulana Ilyas pada fenomena yang terjadi pada orang-orang Meo di Mewat . Maulana Ilyas melihat orang Meo hanya menjadi muslim sebagai identitas belaka atau di Indonesia disebut dengan istilah "Islam KTP". Mereka buta sama sekali dengan ajaran Islam yang benar dan ritual-ritual Islam yang sesuai dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w. Mereka tidak berpuasa, tidak sholat, bahkan untuk sekedar mengucapkan dua kalimat syahadat saja pun mereka tidak bisa. Mereka memakai nama-nama yang biasa dipakai oleh orang Hindu, seperti Ram, Krishna, yang kebanyakan diambil dari nama-nama dewa Hindu. Mereka merayakan festival dan hari-hari besar agama Hindu. Kelahiran, pernikahan dan kematian selalu diikuti dengan ritual-ritual yang biasa dilakukan oleh umat Hindu. Bahkan dari mereka ada yang menaruh patung-patung dewa Hindu di rumah-rumah mereka untuk disembah. Maulana Ilyas melihat bahwa hal ini bukan disebabkan oleh kecintaan mereka pada ajaran Hindu atau kebencian mereka terhadap ajaran Islam, melainkan karena ketidaktahuan mereka tentang ajaran Islam yang benar.

Keadaan ini apabila dibiarkan akan berbahaya bagi perkembangan agama Islam di Mewat. Keadaan ini akan membuka kemungkinan bagi orang-orang Meo untuk – perlahan tapi pasti – kembali memeluk agama asal mereka, yaitu Hindu. Banyak kasus yang ditemukan bahwa orang Meo kembali memeluk Hindu ketika kekuatan politik Islam melemah di daerah tersebut. Selain disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang ajaran Islam itu sendiri, mereka kembali memeluk agama Hindu karena adanya usaha dari kelompok Hindu yang melancarkan gerakan proselityze Hindu yang agresif, seperti gerakan Shuddhi dan Sangathan yang melancarkan usaha masive pada awal abad 20 untuk mengembalikan orang Hindu yang sudah masuk Islam ke agama asalnya, Hindu . Maulana Ilyas sadar bahwa hal ini terjadi karena karena kurangnya pendidikan tentang ajaran Islam di masyarakat. Beliau percaya bahwa hanya gerakan Islam grassroot lah yang bisa mengantisipasi keadaan yang sudah terlanjur parah ini.

Usaha awal yang dilakukan Maulana Ilyas untuk menyediakan pendidikan bagi masyarakat Mewat adalah mendirikan sekolah agama berbasis jaringan mesjid. Targetnya adalah untuk mendidik umat muslim di Mewat tentang akidah Islam dan praktek ritual yang benar menurut agama Islam. Setelah berjalan beberapa waktu beliau menyaksikan bahwa institusi pendidikan seperti itu hanya menghasilkan orang yang mengerti agama saja, bukan pendakwah. Maka akhirnya beliau memutuskan untuk mencurahkan seluruh perhatiannya secara total untuk membuat sebuah gerakan dakwah. Beliau berhenti mengajar di Madrasah Mazahirul Ulum di Saharanpur dan pindah ke Nizamuddin untuk memulai kegiatan misionarisnya. Pesannya singkat, "Ai Musalmano, musalman bano!" "Wahai orang-orang Islam, jadilah muslim (yang sebenarnya)!".

Usaha dakwah yang dimulai oleh Maulana Ilyas di Mewat ini menggunakan cara yang cukup sederhana, yaitu dengan mengorganisir sebuah kelompok kecil yang terdiri dari sedikitnya 10 orang, lalu mengirim mereka ke kampung-kampung. Kelompok (jamaah) ini akan mengunjungi masyarakat secara langsung untuk bersilaturrahmi sekaligus mengajak orang-orang di kampung tersebut untuk melakukan sholat berjamaah di mesjid lalu mendengarkan bayan . Bayan yang disampaikan pada intinya adalah sama, yaitu mengenai kepentingan Iman dan amal shaleh.

Kewajiban berdakwah

Dari ketiga agama tauhid (monotheism), hanya agama Yahudi yang bukan agama misi. Islam, seperti juga Nasrani adalah agama dakwah yang mewajibkan para pemeluknya untuk mengemban misi dakwah, yaitu mengajak orang lain kepada kebenaran. Kebenaran menurut Islam adalah pesan-pesan yang disampaikan tuhan melalui nabi Muhammad s.a.w. yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits. Itulah kebenaran yang hakiki, selain itu adalah kebenaran nisbi. Dengan kata lain kebenaran hakiki adalah kebenaran wahyu sedangkan kebenaran menurut pemikiran akal saja adalah kebenaran nisbi. Jadi, misi dakwah seorang muslim adalah mengajak orang lain untuk mengamalkan Quran dan hadits. Mengamalkan Quran dan hadits berarti melakukan perintah Tuhan dan meninggalkan laranganNya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Ibn Taimiyah tentang dakwah, bahwa tidak sempurna dakwah ke jalan Allah kecuali dengan menyuruh orang melakukan apa yang dicintai Allah dan meninggalkan apa yang dibenciNya, baik itu perkataan atau perbuatan.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa agama Islam adalah agama misi atau agama dakwah memang tidak bisa disangkal lagi dilihat dari teks suci yang mewajibkan pemeluk Islam untuk melakukan aktivitas dakwah. Berikut peneliti kutip sebagian dari ayat-ayat yang mengandung perintah untuk berdakwah.

1. Q.S. An-Nahl 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

2. Q.S. Ali Imran 104
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

3. Al-Haj 67
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

4. Al-Qashash 87
وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آَيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنْزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

5. Al-Maidah 67
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

6. Ali Imran 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Ayat-ayat yang mengandung perintah dakwah di atas kita dapati bahwa perintah tersebut ada yang ditujukan pada rasul saja, seperti surat An-Nahl ayat 125, Al-Maidah ayat 67 dan surat Al-Qashash ayat 87, namun tidak sedikit yang ditujukan pada kaum muslimin secara umum. Bahkan Muhammad Ahmad Rasyid mengatakan bahwa ayat perintah dakwah yang ditujukan pada Rasul pun meliputi perintah kepada kaum muslimin seluruhnya, karena pada dasarnya semua friman Allah untuk Rasul mencakup umatnya, kecuali apa-apa yang memang ditentukan khusus bagi Rasul. Ungkapan senada juga ditulis oleh Said bin Ali Al-Qahthani dalam Dakwah Islam Dakwah Bijak, "Ayat-ayat yang memerintahkan Nabi agar berdakwah, maksudnya bukan saja ditujukan pada Nabi, melainkan juga umat Islam" . Sayyid Thanthawi dalam kitab tafsirnya memberikan pernyataan serupa,
والخطاب فى قوله - تعالى - { ادع إلى سَبِيلِ رَبِّكَ بالحكمة } للرسول صلى الله عليه وسلم ويدخل فيه كل مسلم يصلح للدعوة إلى الله - عز وجل

Kalaupun ada yang bersikeras untuk mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut adalah perintah khusus bagi Rasul, itu pun tidak menggugurkan kewajiban dakwah bagi umat Islam karena adanya ayat-ayat lain yang perintahnya ditujukan kepada umat Islam.

Adapun al-Qurthubi dalam menafsir surat Ali Imran ayat 104 mengatakan bahwa perintah untuk berdakwah adalah fardhu kifayah . Dakwah menjadi wajib hanya bagi orang yang berpengetahuan. Sementara Ar-Razi dalam kitab tafsirnya mengakui adanya dua pendapat dalam menafsirkan kata منكم. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa منكم di sini maksudnya bukan sebagian tapi hanya sebagai penjelasan. Jadi perintah dakwah itu berlaku untuk umum karena keumuman perintah amar ma'ruf dan nahi munkar pada surat Ali Imran 110.
المسألة الأولى : في قوله { مّنكُمْ } قولان أحدهما : أن { مِنْ } ههنا ليست للتبعيض لدليلين الأول : أن الله تعالى أوجب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر على كل الأمة في قوله { كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بالمعروف وَتَنْهَوْنَ عَنِ المنكر } [ آل عمران : 110 ] والثاني : هو أنه لا مكلف إلا ويجب عليه الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ، إما بيده ، أو بلسانه ، أو بقلبه

Pendapat kedua mengatakan bahwa من di sini maksudnya adalah sebagian. Pendapat ke-dua ini pun terbagi lagi, karena mempunyai alasan yang berbeda. Pertama karena ada sebagian orang yang tidak mampu untuk melaksanakan dakwah, seperti wanita, orang sakit atau pun cacat. Yang kedua, sebagian di sini maksudnya adalah para ulama saja, bukan seluruh umat Islam. Karena untuk menyampaikan hal yang baik harus mempunyai pengetahuan tentang yang baik itu.
والقول الثاني : أن { مِنْ } ههنا للتبعيض ، والقائلون بهذا القول اختلفوا أيضاً على قولين أحدهما : أن فائدة كلمة { مِنْ } هي أن في القوم من لا يقدر على الدعوة ولا على الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر مثل النساء والمرضى والعاجزين والثاني : أن هذا التكليف مختص بالعلماء……………………. ومعلوم أن الدعوة إلى الخير مشروطة بالعلم بالخير وبالمعروف وبالمنكر

Mohammad Natsir dalam Fiqhud Da'wah justru menentang pendapat yang mengatakan perintah dakwah hanya pada ulama. Dakwah adalah kewajiban sebagai pembawaan fitrah manusia selaku makhluk sosial, bukan monopoli golongan yang disebut ulama . Menurut hemat penulis, perintah dakwah memang umum untuk seluruh umat Islam sebatas apa yang dia ketahui, apa bila hanya tahu satu ayat maka sampaikan lah satu ayat.
بلغوا عني ولو اية !
Ma'ruf dan munkar tentunya bisa dinalar dengan akal tanpa harus mempelajarinya secara mendetail, seperti menyuruh kepada kejujuran dan melarang dari berdusta. Kita tidak memerlukan ilmu yang mendalam tentang apa itu jujur dan dusta.
Selain ayat-ayat Quraniyah ada juga hadits Nabi yang bisa dijadikan dasar perintah dakwah atau tabligh. Setelah Nabi Muhammad menyampaikan pesan-pesannya pada haji Wada', beliau mengatakan
الا هل بلغت؟ (Wahai, apakah sudah kusampaikan?), di akhir khutbahnya beliau bersabda:
فليبلغ الشاهد منكم الغائب فلعل من يبلغه يكون اوعي له من بعض من سمعه
Maksudnya : "Maka hendaklah yang telah menyaksikan di antara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir. Semoga barangsiapa yang menyampaikan akan lebih dalam memperhatikannya daripada sebagian yang mendengarkannya.
Dari hadis tersebut maka kita bisa ambil kesimpulan bahwa salah satu manfaat yang didapat ketika menyampaikan dakwah adalah pembekasan yang lebih mendalam dari pada hanya mengetahui namun tidak menyampaikan.

Pengertian Dakwah

Pengertian dakwah bagi kalangan awam disalahartikan dengan pengertian yang sempit terbatas pada ceramah, khutbah atau pengajian saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat dari segi bahasa dan istilah. Berikut akan kita bahas pengertian dakwah secara etimologis dan pengertian dakwah secara terminologis.

a. Etimologis
Kata dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’I yang berarti pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau mazhabnya . Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh. Ali Aziz (2009:6), kata da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali dengan makna yang berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu:
1. Mengajak dan menyeru,
2. Berdo’a,
3. Mendakwa (red. Menuduh),
4. Mengadu,
5. Memanggil,
6. Meminta,
7. Mengundang,
8. Malaikat Israfil,
9. Gelar,
10. Anak angkat.

Dari makna yang berbeda tersebut sebenarnya semuanya tidak terlepas dari unsur aktifitas memanggil. Mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita, berdoa adalah memanggil Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita, mendakwa/menuduh adalah memanggil orang dengan anggapan tidak baik, mengadu adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah, meminta hampir sama dengan berdoa hanya saja objeknya lebih umum bukan hanya tuhan, mengundang adalah memanggil seseorang untuk menghadiri acara, malaikat Israfil adalah yang memanggil manusia untuk berkumpul di padang Masyhar dengan tiupan Sangkakala, gelar adalah panggilan atau sebutan bagi seseorang, anak angkat adalah orang yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan dari keturunan kita. Kata memanggil pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa makna yang diberikan Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan menamakan. Maka bila digeneralkan makna dakwah adalah memanggil.

b. Terminologis
Definisi dakwah dari literature yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik (Aboebakar Atjeh, 1971:6)
Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari defenisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif, karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.

Sekilas Jamaah Tabligh

Jama’ah Tabligh adalah salah satu gerakan misionaris Islam besar dunia kalau bukan satu-satunya yang terbesar saat ini. Organisasi yang unik ini berasal dari Asia Selatan dengan misi utamanya mengislamkan orang Muslim. Setidaknya itu lah niat awal Maulana Ilyas – mengajarkan praktek kehidupan yang benar sesuai dengan ajaran Islam – di Mewat, India, walaupun pada kenyataannya tidak dapat dinafikan bahwa ternyata dalam perjalanan sejarahnya misi dakwahnya juga menyentuh Non-Muslim dan mengIslamkannya. Adapun tujuan utama dakwah mereka sebenarnya adalah memberikan dampak pada hati lalu diaplikasikan dalam perbuatan .

Berpusat di India dan mempunyai tiga markas besar di anak benua India yang dikenal orang Indonesia dengan istilah PBI, kepanjangan dari Pakistan, Bangladesh dan India (Markas Nizamuddin di New Delhi, Raiwind di Pakistan dan Tungi di Bangladesh). Seluruh anggota Jamaah Tabligh berkeinginan suatu saat bisa mengunjungi ketiga tempat ini. Pada akhir abad 20, pertemuan rutin Jamaah Tabligh di Raiwind dapat menarik jutaan pengikut sehingga menjadi pertemuan umat muslim terbesar di dunia setelah Haji di Mekkah .

Jamaah Tabligh mempunyai hubungan yang ambigu dengan sufisme. Di satu sisi mereka menolak praktek dan kepercayaan tradisi tariqat sufi India dengan alasan bahwa praktek-praktek itu terkontaminasi dengan praktek agama Hindu, tapi di sisi lain mereka menggunakan cara-cara ritual sufi apabila menurut mereka cocok . Tak ubahnya tarikat sufi, Jamaah Tabligh, dalam struktur organisasinya, mencoba menciptakan hubungan ikatan mursyid-murid yang kuat hingga menjadikannya ikatan jaringan organisasi yang baik sekali yang sanggup “mengankangi” jarak geografis yang jauh. Jamaah Tabligh juga mengadopsi ciri khas lain dari tarikat sufi yaitu pemujian (terkadang ekstrim) terhadap Nabi Muhammad dan sirahnya. Dalam lingkungan Jamaah Tabligh, literature hadis dan sirah Nabi menjadi sangat penting .

Para pengikut Jamaah ini melancarkan dakwahnya dengan cara “door to door”, berkunjung dari rumah ke rumah – sesuai dengan poin ke 6 dalam ushul sittah mereka, yaitu “khuruj”- dan mengajak sasarannya untuk melaksanakan sholat fardhu ke mesjid sekaligus mendengarkan “bayan”. Ushul Sittah yang dimaksud adalah:
1. Merealisasikan kalimat Thayibah Laa Ilaaha Illallah Muhammadar Rasulullah
2. Shalat dengan khusyu’ dan khudu’(penuh ketundukan)
3. Ilmu dan zikir
4. Memuliakan kaum Muslimin
5. Memperbaiki niat dan mengikhlaskannya
6. Keluar (khuruj) di jalan Allah

Dengan ciri pakaian Karkun yang khas, dengan sopan, lembut dan terkesan sedikit memaksa, mereka mengajak sasarannya untuk ikut menjalankan dakwah mereka dan bergabung dengan jaringan yang tidak mempunyai dana organisasi ini. Dengan mengorbankan harta dan waktu, boleh pilih antara 3 hari, 7 hari atau 40 hari, para Karkun berjaulah ke lain kota bahkan lain negara untuk menyampaikan tablighnya dari rumah ke rumah. Dalam perjalanannya, Jamaah ini biasanya menginap di rumah Karkun setempat atau beri’tikaf di masjid sasaran dakwah mereka. Menurut Drs. Syafi’i, Ph.D., dalam seumur hidup mereka hanya boleh khuruj 4 bulan, sedangkan dalam setahun mereka hanya boleh khuruj selama 40 hari .

Kendati Maulana Ismail ketika memulai gerakannya berangkat dari hati yang ikhlas untuk memurnikan ajaran Islam dan mengajak umat Islam di Mewat dan sekitarnya untuk meninggalkan praktik keagamaan yang sudah bercampur dengan tradisi Hindu, tak pelak gerakan ini tetap menuai celaan dan tuduhan negatif baik dari kelompok Islam yang menyebut dirinya “ahlussunnah” dan “salafy” mau pun sebagian masyarakat umum. Celaan itu antara lain adalah bahwa Jamaah Tabligh tidak memberi nafkah keluarganya karena ditinggalkan untuk dakwah, bahkan lebih jauh lagi, dicap sebagai kelompok ahlul bid’ah dan khurafat . Suatu yang ironis bahwa organisasi-organisasi Islam lain yang mempunyai misi dakwah yang relative sama (mengajak pada ajaran yang sama, Tuhan yang sama) tapi mendapatkan “stempel” yang berbeda.